3 Alasan kenapa game Indonesia Susah terkenal Di Luar Negeri

sumber google.com


Kenapa game buatan indonesia susah berkembang atau terkenal di luar negeri,hmmm tampaknya saya harus bercerita panjang lebar,sekitar 6 tahun yang lalu saya chit chat dengan salah seorang teman. Dia kaget ketika tahu bahwa game Icon Pop Quiz yang dia mainkan ternyata dibuat oleh studio game Alegrium,  development bisang game yang berbasis di Jakarta. Ada beberapa  masalah klasik yang masih menghambat industri game lokal: jumlah gamer bertambah, industri berkembang, tapi sedikit gamer yang tahu developer atau studio game lokal.

Tanggal 13–14 Juli 2019 yang lalu baru saja diselenggarakan Bekraf Game Prime 2019, pameran game lokal yang sudah diadakan tahunan sejak beberapa tahun ke belakang. Sebelumnya lebih sebagai ajang konferensi antar developer game, namun tahun ini dan tahun sebelumnya lebih mencoba untuk mengajak publik untuk hadir.

Dari event ini, kalian mungkin akan sedikit paham kenapa game buatan indonesia susah berkembang


  1. Publikasi atau marketing di dalam negeri kurang. asal kalian tahu,tujuan event Game Prime ini  adalah upaya memperkenalkan industri game lokal. Tapi, coba lihat dari foto suasana event di atas. Kebanyakan pengunjung adalah laki-laki. Sedangkan, menurut data beberapa riset, menunjukkan bahwa sekitar 40% gamer (khususunya di PC dan smartphone) adalah perempuan. Secara sekilas saya menyimpulkan bahwa pengunjung event ini kebanyakan bukan gamer awam, tapi game developer, atau orang yang tahu komunitas game developer. yang berarti ada orang-orang yang minimal tahu dengan nama-nama developer game lokal. Mungkin ada beberapa alasan kenapa gamer awam tidak hadir di sini, seperti kurangnya publikasi, kesan event yang sepertinya lebih menjadi tempat showcase bagi developer indie agar dilirik publisher/investor, atau memang belum ada judul game lokal yang menarik. Selain itu, informasi-informasi terkait game lokal masih hanya beredar di kalangan komunitas developer saja.
  2. Market share industri game Indonesia masih didominasi game impor. Silakan lihat leaflet pada event Game Prime di atas. Mungkin yang pernah nonton debat Pilpres terakhir kemarin sempat mendengar Pak Jokowi menyebutkan data-data terkait industri game yang kurang lebih sama seperti leaflet di atas. Yang belum tersebutkan adalah bahwa dari nilai pendapatan yang mencapai USD 1 miliar tersebut, yang dihasilkan oleh developer lokal hanya 1% (ada yang menyebutkan 5% atau 4%, mungkin jika pendapatan pemegang lisensi game impor dihitung). Nilai keuntungan tersebut salah satunya didorong karena popularitas mobile game impor seperti AOV, PUBG, dan Mobile Legend dengan sistem in-app purchase (beli kosmetik in game). Dengan biaya produksi game app purchase/pembelian in-game itu yang tentunya tidak murah (meski bukan kategori AAA, game kualitas tinggi) dan marketing yang gila-gilaan, developer lokal sulit bersaing.lalu kenapa kok tidak membuat game untuk console atau PC,itu dikarenakan pasar game indonesia kebanyakan adalah mobile gamer
  3. Studio game sudah banyak dan sebagian besar juga sudah mempunyai "nama", tapi belum benar-benar siap untuk membuat game AAA sekelas console. 2019 lalu, sudah ada 135 tim developer game lokal dan lebih dari 15 perusahaan game yang sudah memiliki nama ada di Indonesia. Sebagian besar masih di pulau Jawa tapi beberapa ada di luar pulau jawa. Beberapa ada yang sudah berkecimpung di industri ini selama hampir (atau lebih) dari 1 dekade dan bertahan dengan berbagai model bisnis. Ada Studio Agate asal bandung yang tahun kemarin meluncurkan game Valthirian Arc: Hero School Story dan cukup pofitable. yang gamenya sudah dirilis untuk konsol nintendo Switch, playstation 4, dan komputer untuk pasar US dan Eropa (karena market di Indonesia lebih cocok mobile game). Ada Toge Productions yang seri Infectonator nya mendapatkan penghargaan internasional. Ada Digital Happiness yang baru saja merilis Dreadout 2 dan sukses di pasaran dan pernah dimainkan oleh PewdiPie. Ada Owngames dengan game Tahu Bulat yang sempat populer di Indonesia saat  tahu bulat masih anget angetnya (viral). Dan masih banyak lagi. Tapi diperkirakan untuk membuat game sekelas, katakanlah Skyrim, Borderland, God of War, dikatakan perlu 5–10 tahun lagi. Persoalannya bukan di talent teknis tapi di manajemen tim yang luar biasa besar dan pipeline (alur proses produksi) yang akan sangat rumit. Kita belum punya kemampuan yang bisa menangani hal tersebut. Belum lagi soal modalnya.

Melihat dukungan pemerintah indonesia yang semoga saja tulus melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) terhadap industri game lokal baik dari segi regulasi, pendanaan, dan promosi, serta juga dukungan dari komunitas, kita harus yakin bahwa 5 atau 10 tahun yang akan datang akan ada game lokal yang laris dan terkenal di luar negeri. Mungkin beberapa tahun lagi jika tingkat perkembangannya masih sama.


tulisan di kutip dari Budi Isnadi yang pernah di tulis di quora.com

Tidak ada komentar